Budidaya Kepiting Soka Kutawaru Cilacap
Sabtu, 23 Juli 2016
Budidaya Kepiting Soka Kutawaru Cilacap
TIDAK ada lagi cerita sulitnya menyantap kepiting, karena harus berjuang mencungkil cangkangnya demi mengeluarkan dagingnya. Kini, seluruh badan kepiting bisa dimakan, termasuk cangkangnya yang keras itu.
Kepiting jenis ini dikenal dengan nama kepiting soka (soft shell-red). Sebenarnya bukan spesies kepiting baru, melainkan hasil rekayasa pembudidaya dalam memperlakukan molting atau pergantian cangkang. Fakta itu tak ayal membuat popularitas kepiting soka naik.
Salah satu tempat pembudidayaan kepiting jenis bakau ini berada di Kelurahan Kutawaru alias Jojok, Kecamatan Cilacap Tengah, Cilacap. Di Kelurahan yang terletak di sebelah barat kelurahan Donan dan Tambak Reja ini ada sebuah kelompok budidaya kepiting Soka bernama Rekhata Mustika Patra yang didirikan sejak tahun 2009 lalu.
Seorang petambak, Rato menuturkan keunikan kepiting inilah yang membuat banyak orang jatuh cinta untuk membudidayakannya. Tidak hanya itu, harga jualnya yang melebihi kepiting biasa, menjanjikan keuntungan yang berlipat.
"Beli bibit dari nelayan Rp 17000 per kilogram isi 10 ekor, sementara setelah di molting harganya bisa mencapai Rp 65000 per kilogram dengan jumlah yang sama, 10 ekor," ungkap pria kelahiran Cilacap, 19 Oktober 1980 ini baru-baru ini.
Otomatis keuntungan pun semakin menggunung. Dalam satu bulan, ia bisa meraup laba hingga Rp 6 juta - Rp 10 juta. Selain memenuhi permintaan lokal Cilacap, Rato mengaku juga memperoleh pesanan dari Yogyakarta dan Jakarta.
Anak ketiga dari empat bersaudara ini menerangkan Kepiting Soka adalah hasil rekayasa budidaya. Intinya adalah memanen kepiting yang dipelihara ketika tengah ganti cangkang. Ada tiga tekhnik molting yang digunakan yakni tekhnik utuh, popeye, dan mutilasi. Tekhnik tersebut mempengaruhi cepat atau lambatnya proses pergantian cangkang.
"Ketika molting, kepiting akan menghasilkan cangkang baru yang lunak dan siap dipanen. Ukuran tubuhnya pun bertambah besar, jika tidak segera dipanen dalam waktu 2-3 jam cangkang tersebut bisa mengeras kembali. Jadi mesti buru-buru masukkan frezer," imbuh bapak satu orang anak ini.
Kepiting, ujar Rato dipelihara menggunakan sistem keramba apung dengan membuat kotak-kotak kecil yang dipasang memanjang searah bambu. Adapun pakan yang diberikan yakni ikan-ikan kecil yang telah dicacah. (h.limasembilan-)
Menengok Budidaya Kepiting Soka Cilacap (2-Habis)
- Terganjal Sulitnya Bibit, Andalkan Alam
BERBEDA dengan ikan kerapu, kakap putih, atau udang, hingga kini Kepiting Soka masih sulit untuk dibudidayakan. Selama ini petambak masih mengandalkan hasil tangkapan nelayan dari alam untuk membudidayakannya, sehingga kesinambungan produksinya tidak dapat dipertahankan. Alhasil, jumlah panen kepiting yang punya nama lain Lemburi ini sangat tergantung dari tangkapan itu pula.
Kondisi ini jelas membuat petambak menjadi ragu. Tidak dibudidayakan sayang karena menjanjikan untung berlipat dan punya potensi besar, sementara jika dibudidayakan mereka selalu terkendala pembibitan.
"Mungkin karena bukan habitat aslinya, kepiting itu sulit untuk berkembang biak. Padahal kepiting itu bisa bertelur dan menetas, namun tidak ada satupun yang jadi dan besar," ungkap salah seorang petambak, Sansuwito warga baru-baru ini.
Segala upaya dilakukan, kata Sansuwito, termasuk menanam mangrove di dalam tambak agar tampak sesuai habitat aslinya. Namun, lagi-lagi usaha itupun tidak membuahkan hasil sama sekali.
Tak ayal, jika nelayan tak memperoleh hasil tangkapan petambak kepiting pun harus ikut merasakan dampaknya. Terutama saat musim kemarau atau yang dikenal dengan mangsa timur.
Senada petambak lain, Rato menuturkan kesulitan bibit ini selalu menjadi kendala utama budidaya Kepiting Soka. Padahal potensinya sangat besar, karena selama ini permintaan akan Kepiting Soka sangat besar. Bahkan ia sendiri merasa kewalahan memenuhi pesanan dari sejumlah wilayah di Indonesia.
"Terkadang kalau sedang banyak, dalam sehari bisa memperoleh bahan baku hingga 50 kilogram, tapi kalau sedang sulit paling hanya 5 kilogram," tutur pria kelahiran Cilacap, 19 Oktober 1980 ini.
Diutarakan Rato, omzet rata-rata yang diperolehnya per bulan mencapai Rp 6 juta - Rp 10 juta. Per kilogramnya Kepiting Soka dijual Rp 65000. Dalam sebulan ia bisa menjual sekitar 80 kilogram. Selain memenuhi kebutuhan pasar lokal Cilacap, petambak setempat juga memenuhi permintaan dari Yogyakarta dan Jakarta.
"Kami harap ada pihak yang bisa membantu kami memecahkan persoalan ini, karena bagaimanapun prospek pasar kepiting ini sangat luas dan menjanjikan. Apalagi dengan embel-embel cangkang lunak tadi," ujar jebolan Akademi Perikanan Yogyakarta ini. (h.limasembilan-)
Langganan:
Postingan (Atom)